Termenung sambil melihat kalender. Wah, ternyata sudah Sya’ban!Ramadhan seolah sudah mengetuk di depan pintu. Setiap Ramadhan tiba memang suasananya selalu berbeda, mungkin ini yang disebut aura surga, hehe. Sudah 4 kali Ramadhan tanah rantau, Ramadhan ke-5 di tanah rantau ini lebih berbeda karena sudah sama suami. Dulunya kalau Ramadhan jarang masak buat buka dan sahur, selalu buka diluar bareng temen-temen, atau minimal beli buka diluar dan makan di kos.
Kalau sahur biasanya aku paling malas untuk bangun, bangunnya mepet-mepet imsak karena semua sudah tersedia dan siap santap, apa lagi kalau dirumah. Biasanya bapak dan ibuk yang menyiapkan sahur, kalau semua sudah siap baru aku dan adekku dibangunin untuk makan sahur, bahkan kadang mesti di Tarik-tarik atau minta gendong untuk bangun sahur. Aaaah saat-saat itu, kalau ingat jadi malu sendiri. Betapa luar biasa seorang ibu, ketika anak-anaknya masih tidur beliau jam 2 atau jam 2.30 sudah bangun untuk menyiapkan makan sahur. Ketika siang sampai sore kami masih tidur (katanya kan tidurnya orang puasa itu ibadah :p, ehh padahal kan tidur aja ibadah apa lagi kalau melakukan ibadah lainnya yaa), ibuk sudah sibuk di dapur menyiapkan buka puasa. Sedangkan kami, begitu bangun terus ke masjid buat TPA. Maafkan aku yah buk, baru tau gimana rasanya menjadi ibuk, maafkan aku yang selama ini gak membantu ibuk menyiapkan sahur dan buka T_T. Ibuk memang hebat, Love u buk.
Sekarang, sudah punya suami, mau tidak mau harus bangun buat menyiapkan makan sahur, ya manasin lauk, bikin teh panas, atau bikin lauk kalau misal lauk yang sore sudah habis. Imsak kan jam 4.40 jadi paling gak jam 3.30 aku sudah bangun untuk menyiapkan makan sahur. Pulang kerja langsung sibuk di dapur untuk nyiapin buka puasa. Padahal sebenernya bisa-bisa aja sih buka diluar, atau beli lauk diluar karena banyak yang jual menu buka puasa, tapi lebih suka kalau masak sendiri, selain citarasanya yang beda juga lebih higienis kalau masak sendiri. Eh bukan erarti masakan yang dijual tidak higienis lho, tapi kan kita tidak tau seperti apa mereka memasaknya. Tapi herannya kok tidak ada rasa terpaksa untuk melakukan itu semua, malah rasanya bahagia kalau bisa menyiapkan berbagai masakan apa lagi suami suka. Meskipun di awal-awal menikah aku sempat kehilangan citarasa masakan, artinya setiap aku masak rasanya jadi aneh, padahal biasanya enak-enak saja. Alhamdulillah menjelang puasa sudah kembali seperti dulu, malah kadang lebih enak (kepedean).
Padahal aslinya Read the rest of this entry »